Pria itu baru berumur dua puluh lima. Ia hidup sendiri sudah lima tahun lamanya. Jarang berinteraksi atau komunikasi. Ia hanya tidur di kamarnya, sendiri tanpa siapa-siapa. Namun sering juga ia keluar menelusuri lampu-lampu dan cahaya kota, yang di bawahnya menjamur ratusan bahkan ribuan manusia.
Ia ikut menjamur, namun tidak membaur. Ia rasa nyaman sudah lima tahun tak satu pun ada yang ikut campur. Setidaknya itu yang ada dalam pikirnya setiap kali ia ingin tidur.
Nyatanya, ia terus mencari dan berkelana. Ia terus pergi tanpa henti untuk mencari manusia. Sesuatu yang belum disadarinya. Semua itu hanya…
dorongan untuk keluar, demi membuktikan bahwa ada yang serupa di luar sana.
Untung baginya, ia memang tak pernah sendiri. Tak pernah sendiri dalam hal berusaha keluar dari sepi. Seluruh warga di kotanya tanpa mereka sadari pun melakukan hal yang sama. Berkeliling dengan berbagai alibi, hanya untuk membunuh sepi, dan mendapat afirmasi bahwa mereka tidak sendiri.
Area publik, restoran, taman kota, stasiun kereta, apa pun dan di mana pun asalkan mereka bisa melihat yang serupa. Sesama manusia, baik kurang atau lebih deritanya. Asal wujudnya serupa, atau yang tak serupa pun tak apa, asal mereka tahu ada orang lain di luar rumah mereka. Semua itu hanya…
dorongan untuk keluar, demi membuktikan bahwa ada yang serupa di luar sana.
Layaknya para penjelajah Barat yang dulu menerka planet ini bentuknya seperti apa. Entah bulat, datar, trapesium, atau segitiga. Entah alasan uang, kuasa, atau agama. Tak akan selesai sebuah penjelajahan sebelum manusia lain bisa mereka temukan.
Di pulau-pulau sporadis atau benua baru yang dipenuhi penyembah iblis. Semua dilakukan asal mereka temukan manusia lain di luar negara mereka. Manusia di seluruh planet ini harus terdata. Tak boleh ada yang luput dan terlupa. Semua itu hanya…
dorongan untuk keluar, demi membuktikan bahwa ada yang serupa di luar sana.
Meski begitu, setelah semua manusia telah terdata, manusia selalu melongok ke angkasa. Melihat bintik-bintik cahaya yang jutaan tahun jaraknya. Sambil mengira-ngira, apakah ada yang serupa kita di luar sana?
Tenggelam dalam matematika dan fisika, lama-lama jadi astronom gila. Herschel mulai berkata bahwa ada kehidupan mirip manusia di dalam matahari sana. Gruithuisen juga berkata makhluk Venus sengaja membakar hutan mereka, makanya bagian malam Venus bercahaya. Anaknya Herschel kemudian difitnah oleh berita yang bilang manusia-bersayap-kelelawar tinggal di sisi bulan yang tak pernah menghadap kita.
Bahkan hingga masa di mana seluruh dunia bisa diakses siapa saja, manusia masih mengirim sinyal radio di tata surya. Todong teleskop ke mana-mana. Tangkap sinyal tak kasat mata, ubah ke gelombang suara, menerka suara badai pasir tak jelas dari angkasa. Semua itu hanya…
dorongan untuk keluar, demi membuktikan bahwa ada yang serupa di luar sana.